Pendidikan memiliki kata dasar 'didik', yang memiliki arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan bearti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut Kleis (1974), pendidikan adalah "sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang dapat memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami." Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam lingkungannya.
Terdapat tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pengertian dari ketiga jenis pendidikan tersebut jika dikutip dari Coombs (1973) adalah sebagai berikut:
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.
Secara ringkas pendidikan informal merupakan pendidikan dasar (primer) yang kita peroleh dan menjadi bahan baku kehidupan sehari-hari, sedangkan pendidikan formal maupun nonformal adalah pendidikan (tersier dan sekunder). Kenapa saya katakan demikian? Kita pertama kali mengenal pendidikan itu datangnya dari lingkungan keluarga (informal) sedangkan untuk mendapatkan pendidikan formal/nonformal dibutuhkan usaha lebih dan memiliki nilai lebih (tersier/sekunder).
Pendidikan itu dinamis karena merupakan suatu proses. Bagi kaum muslim, pendidikan dimulai saat bayi dilahirkan, yaitu melalui pelafalan adzan dan kalimat takbir di telinga sang buah hati. Bahkan ada cerita yang dikutip dari uraian Kultum Ramadhan Ust. Quraish Shihab yang berbunyi:
Seorang ayah pernah berkata kepada anaknya, 'Aku mendidikmu sebelum engkau lahir,'
Sang anak bingung dan bertanya, 'Bagaimanakah itu bisa Ayah?'Ayahnya menjawab, 'Aku memilihkan ibu yang baik untuk mendidikmu, jika ia tidak pandai niscaya engkau tidak akan terbentuk seperti saat ini.'
Pengenalan pendidikan pun disunnahkan sejak bayi baru lahir. Walaupun saat itu bayi belum tentu mendengarnya apalagi mengerti maksud dan tujuan dari adzan dan kalimat takbir, namun makna sunnah itu adalah Islam mengajarkan kaumnya untuk mengenalkan pendidikan Islam sejak dini. Sejak awal anak diajarkan untuk mengenal Allah SWT yang menciptakan seluruh kehidupan. Itulah makna dari melafalkan adzan dan kalimat takbir pada bayi yang baru lahir sebagai pendidikan awal untuk anak.
Saya lahir, tumbuh dan besar di kalangan pendidikan. Keluarga saya pun merupakan orang-orang yang gemar mencari pendidikan. Ibu saya bergelar Ph.D, Bapak saya Komisaris Besar Polisi bergelar Master, sedang Kakak saya seorang Master juga. Saat ini saya yang bergelar paling rendah, masih seorang sarjana.
|
Saya bersama Ibu tercinta (naris dikit) |
Ibu saya merupakan pemerhati dan praktisi pendidikan. Beliau saat ini bekerja di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan aktif mengajar untuk mahasiswa pascasarjana di Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Pendidikan Indonesia. Selama 20 tahun beliau berkecimpung di dunia kurikulum pendidikan (formal) Indonesia sebelum hijrah ke pendidikan nonformal dan informal. Bagi Ibu saya, pendidikan bukanlah gelar yang bisa kita bangga-banggakan di awal/akhir nama kita namun merupakan kehidupannya. Beliau mengabdikan hasratnya untuk pendidikan Indonesia. Jika tidak karena cinta terhadap tanah air mungkin beliau tidak akan bertahan sebagai PNS mengadbi untuk negara. Tak jarang kami sekeluarga menolak tawaran kesempatan untuk menetap di luar negeri karena Ibu mendapatkan tawaran pekerjaan di sana. Ibu saya merupakan pendidik utama saya dan inspirasi bagi saya.
Bagi saya, pendidikan yang tak ternilai dan paling penting adalah pendidikan yang diperoleh dari keluarga. Karakter, perilaku dan watak yang kita peroleh merupakan hasil didikan orang tua kita. Tak ada yang dapat mendidik seorang anak lebih baik dari orang tua sendiri. Saat kita berkumpul bersama keluarga lalu berbincang-bincang berbagai macam hal mulai dari politik, kesehatan, pekerjaan, gosip artis atau hal lainnya, maka secara tidak sadar kita sedang memperoleh pendidikan pula. Belajar dari suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui lalu kemudian mengetahui dan memahaminya. Saya bersama Ibu sering bertukar pikiran membahas berbagai macam hal dan saat itu merupakan proses pendidikan bagi kami berdua. Contoh tersebut merupakan definisi pendidikan yang diungkapkan oleh Kleis.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia), pendidikan keluarga berfungsi:
1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral.
2. Menjamin kehidupan emosional anak.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial.
5. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Lalu apa makna dari pendidikan? Mari mengutip pengertian pendidikan bagi seorang Ki Hajar Dewantara, beliau berpendapat:
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Membaca pendapat beliau saya jadi berpikir-pikir makna pendidikan bagi saya sendiri. Poin menarik dari pendapat tersebut adalah "keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya". Apakah betul dengan pendidikan kita dapat selamat dan bahagia di kehidupan? Saya sependapat dengan Ki Hajar Dewantara. Saya berusaha mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan melalui pendidikan. Saya termasuk orang yang keingintahuannya tinggi dan jika saya berhasil mengetahui suatu hal maka saya merasa bahagia. Melalui pendidikan pula saya berusaha membentuk pribadi yang lebih baik. Manusia tidak akan pernah berhenti belajar, orang yang terus aktif belajar akan mendapatkan umur yang panjang.
Dosen pembimbing sarjana saya sering bertanya, "Kamu mau ngapain setelah lulus (sarjana)?". Saya pun menjawab bahwa saya ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Ngapain jauh-jauh harus mencari pendidikan ke luar negeri? Yak kita sambung saja ke bayangan selanjutnya..
terima kasih untuk:
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
http://lesly-septikasari.blogspot.com/2010/10/makna-adzan-ketika-anak-lahir.html
http://imadiklus.com/2011/06/pengertian-tiga-jenis-pendidikan.html