Friday, November 25, 2011

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa


http://tunas63.wordpress.com/


Siapa yang tak mengenali bait-bait diatas. Lagu tersebut merupakan bentuk apresiasi seorang Sartono terhadap guru. Pria kelahiran Madiun, 29 Mei 1936, merupakan seorang guru honorer yang pensiun 9 tahun lalu. Di akhir karirnya beliau pensiun tetap sebagai guru honorer tanpa ada status "PNS" atau mendapatkan uang pensiun.  Tak disangka, Sartono merupakan guru yang hanya bermodalkan ijazah SMP karena tidak sempat menuntaskan pendidikan SMA-nya. Beliau terpaksa meninggalkan sekolahnya saat duduk di bangku kelas dua SMA 3 Surabaya. Sartono yang awalnya berasal dari keluarga berkecukupan karena ayahnya seorang Camat Plorog, Pacitan harus menerima perubahan pahit saat Jepang datang menduduki Indonesia sehingga ayahnya pun tak lagi menjabat.


http://fransscoundrel.blogspot.com
Sartono merupakan pemusik yang belajar secara ortodidak. Seusai putus sekolah beliau bekerja di perusahaan rekaman dan piringan hitam Lokananta. Hanya selama dua tahun beliau menyambung hidup disana. Kemudian beliau bergabung dengan grup musik keroncong TNI AU Madiun yang memberikan pengalaman berkelana baginya. Selanjutnya Sartono menjadi guru musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun berkat bakat musiknya dan pengalamannya di Lokananta.

Penciptaan lagu yang menjadi lagu wajib nasional itu berawal dari ketertarikan Sartono akan sayembara di sebuah koran. Saat itu Depdiknas sedang mengadakan lomba menciptakan lagu bertemakan pendidikan dalam rangka hari Pendidikan Nasional pada tahun 1980. Berbagai usaha Sartono curahkan untuk menciptakan lagu. Sartono awalnya tidak bisa membaca not dan tidak punya latar belakang musik, bahkan Hari Raya Idul Fitri pun dia lewatkan dengan sendiri demi sebuah lagu. Dengan semangat dan ketekunannya beliau berhasil menciptakan "Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa". Perjuangannya tak sampai di situ, beliau mengalami kendala saat harus mengirimkan hasil karyanya itu. Bahkan untuk mengirimkan karya tersebut, beliau menjual jasnya agar dapat membiayai pengiriman via pos. Usahanya tidak sia-sia, dari ratusan peserta, lagu gubahan dari siulan Sartono yang menjadi pemenang. Dari hasil lomba tersebut, Sartono memperoleh hadiah berupa cek senilai Rp. 750.000,- dan berkesempatan ke Jepang untuk studi banding dengan beberapa guru teladan lainnya.

Saat ini Sartono hidup dengan keserdahanaan bersama Damiyati, istri tercinta yang setia menemani hidupnya. Kehidupan mereka berdua mengandalkan uang pensiun sang istri yang seorang pensiunan guru PNS. 


"Guru itu juga pahlawan. Tetapi selepas mereka berbakti tak satu pun ada tanda jasa menempel pada mereka, seperti yang ada pada polisi atau tentara", ujar Sartono.



http://therabexperience.blogspot.com
Hari ini adalah hari Guru. Hari untuk menghormati pahlawan tanpa tanda jasa di Indonesia. Penetapan Hari Guru di Indonesia didasarkan hari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 25 November 1945, tepat 100 hari seusai Proklamasi. Sejarah hari guru dimulai dari Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guru memang seorang manusia luar biasa. Menjadi guru di Indonesia tidaklah mudah karena kurangnya apresiasi dan jaminan hidup bagi seorang guru. Tanpa kehadiran guru kita tidak dapat mencapai segala kesuksesan yang ada pada diri kita. Guru dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmu kepada kita, mengajar agar kita pintar hingga suatu saat kita dapat menjadi insan yang berguna bagi orang tua, masyarakat, bangsa dan agama. 

Keberhasilan seorang guru adalah ketika anak didiknya memahami yang diajarkannya. Kebahagiaan seorang guru adalah ketika anak didiknya berprestasi dan mendapatkan kesuksesan. Seorang guru tak hanya mengajarkan pendidikan berdasarkan kurikulum, namun pasti menyisihkan pesan-pesan moral yang berguna bagi karakter anak didiknya, mengajarkan mana yang baik mana yang tidak baik. Dulu saat saya duduk di kelas 2 SMP, saat pelajaran Bahasa Indonesia dan seisi kelas sedang diberikan tugas oleh guru, gemuruh keras hujan tiba-tiba menghantam. "Ah sial, ujan gede neh", ujar saya kepada teman sebangku. Ibu guru yang sedang keliling melihat murid-murid mengerjakan tugas, mendengar ucapan saya lalu menghampiri saya. "EH! Kamu ga boleh ngomong gitu. Hujan itu berkah dari Allah SWT, bukanlah suatu kesialan.", tegur Ibu guru. Sejak saat itu ketika hujan turun yang terbenak dalam pikiran saya adalah puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai murid, tidak perlu memberikan "materi yang segudang" untuk apresiasi terhadap guru, namun cukuplah dengan mengamalkan dan mempraktikkan semua ilmu yang telah kita dapatkan dari guru.


Guru mempunyai sifat dan karakter yang berbeda-beda. Cara mengajar pun tergantung dari gaya individu sang guru. Saya pernah mempunyai guru yang suka mengajar sambil bermusik. Melalui dentuman dan petikan gitarnya, Mr. Park mengajarkan beberapa materi pendidikan kelas 3 SD. Tak jarang jika pelajaran telah usai disampaikan namun waktu masih ada, maka kelas akan diramaikan oleh hiburan permainan musik beliau. Pesan yang saya terima dari guru kelas 3 Ironside State School itu adalah kita harus menjadi orang kreatif dan tidak boleh selalu terpaut dalam keseriusan. 


Saya memang sempat mengeyam pendidikan dasar di Brisbane, Australia dan guru-guru disana memberikan kenangan manis bagi saya. Ada lagi Mr. Woods guru kelas 4 saya. Beliau seorang warga negara Australia namun memiliki kecintaan terhadap Indonesia. HEBAT! Dia pernah berkunjung beberapa kali ke Indonesia dan beliau mempunyai topi kebanggaan, yaitu sebuah caping, topi tradisional dari anyaman bambu yang menjadi aksesoris penting untuk petani-petani di negara kita. Setiap ada fire drill Mr.Woods selalu menggunakan caping yang dia beli dari Bali. Kalau disana memang ada kegiatan rutin pelatihan evakuasi saat bahaya kebakaran (fire drill). Itulah Mr. Woods, yang bangga terhadap kebudayaan Indonesia. Apakah kita sebagai warga negara Indonesia sudah bangga terhadap budaya bangsa? 




Selamat hari Guru..


Terima Kasih Guruku..



terima kasih kepada sumber:
Kompas.com
http://fransscoundrel.blogspot.com

No comments:

Post a Comment